Emergency Response Team Service dan SAR

Emergency Response Team Service dan SAR

Keadaan darurat merupakan keadaan di luar keadaan normal yang dapat disebabkan oleh faktor manusia maupun alam dan dapat membahayakan nyawa manusia, kerusakan harta benda, serta kerusakan lingkungan. 

Karena merupakan suatu keadaan di luar keadaan normal, sifat keadaan darurat ketika terjadi sulit untuk diprediksi. 

Terlebih lagi, waktu menjadi hal krusial dalam keadaan darurat sehingga memerlukan penanganan dengan segera, efisien serta efektif. 

Penanganan keadaan darurat yang buruk dapat menyebabkan hilangnya nyawa, rusaknya harta benda, dan rusaknya lingkungan yang sebenarnya dapat dikurangi atau bahkan dicegah sama sekali. 

Oleh sebab itu, sebuah rancangan sistem manajemen pengamanan yang baik harus meliputi paduan mengenai penanganan keadaan darurat guna mengurangi dampak dari terjadinya keadaan darurat tersebut. 

Di Nawakara, kami tidak hanya merancang paduan mengenai penanganan keadaan darurat. Lebih dari itu, kami juga memiliki tim tanggap darurat atau Emergency Response Team yang telah membantu menangani keadaan darurat di berbagai wilayah di Indonesia. 

Bahkan, pada tahun 2022 kami menjadi satu-satunya BUJP yang mendapatkan mandat dan penunjukan resmi dari Basarnas untuk menyelenggarakan pelatihan SAR bagi eksternal atau umum yang nantinya akan mendapatkan sertifikasi dari Basarnas.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Emergency Response Team dari Nawakara, pembahasan mengenai Basarnas dan sistem SAR secara internasional akan diberikan terlebih dahulu. 

Sehingga peranan Emergency Response Team  dari Nawakara dalam suatu sistem yang lebih luas dapat dipahami. 

Search and Rescue (SAR) dalam Dunia Internasional

Merujuk kepada situs web Basarnas, lahirnya organisasi SAR di Indonesia tidak terlepas dari “tuntutan” dunia internasional. Di mana sebuah negara yang tidak memiliki organisasi SAR dapat dianggap sebagai “black area”.

Dianggapnya sebuah negara sebagai “black area” akan berdampak negatif terhadap aspek perekonomian, sosial politik, pertahanan, keamanan, dan lain sebagainya. 

Lebih dari itu, Indonesia juga telah menjadi anggota dari organisasi penerbangan sipil internasional atau ICAO (International Civil Aviation Organization) pada tahun 1950 dan organisasi maritim internasional atau IMO (International Maritime Organization) pada tahun 1959.

Kedua lembaga internasional tersebut merupakan bagian dari badan khusus (specialized agencies) PBB. 

ICAO memiliki fungsi utama untuk mengkodifikasi prinsip serta teknik navigasi penerbangan internasional serta mendorong perencanaan dan pengembangan transportasi udara internasional guna memastikan pertumbuhan yang aman dan teratur. 

Sementara IMO memiliki fungsi utama untuk menetapkan langkah-langkah guna meningkatkan keamanan dan pengamanan pelayaran internasional serta mencegah polusi yang diakibatkan oleh kapal. 

Dalam kaitannya dengan SAR, Konvensi Chicago Tahun 1944 (ICAO) dan Konvensi SOLAS 1974 (IMO) mewajibkan negara-negara anggotanya yang telah meratifikasi konvensi tersebut – salah satunya Indonesia – untuk membentuk dan memiliki organisasi SAR yang mampu menangani kecelakaan penerbangan dan kecelakaan pelayaran. 

IAMSAR Manual dan Sistem SAR Global

Pada bulan November tahun 1999, sebuah pedoman yang disebut International Aeronautical and Maritime Search and Rescue (IAMSAR) Manual dipublikasikan oleh ICAO dan IMO. 

IAMSAR Manual berfungsi untuk menjadi pedoman bagi negara-negara anggotanya dalam memenuhi kebutuhan SAR mereka dan kewajiban mereka untuk mematuhi kedua Konvensi yang telah disebutkan di atas. 

Selain itu, penyusunan IAMSAR Manual juga bertujuan untuk membuat satu pedoman umum mengenai SAR dengan pendekatan dari bidang penerbangan dan pelayaran yang dapat memastikan kooperasi dari kedua bidang dalam mengorganisir serta menyediakan jasa SAR.

Terdapat tiga volume dalam IAMSAR Manual yaitu; 

  • Organization and Management (Vol. 1): Membahas mengenai konsep sistem SAR global, pembentukan dan peningkatan sistem SAR nasional dan regional serta kooperasi dengan negara-negara tetangga untuk menyediakan jasa SAR yang efektif dan ekonomis. 
  • Mission Coordination (Vol. 2): Membantu para personel yang merencanakan dan mengkoordinasikan operasi serta pelatihan SAR.
  • Mobile Facilities (Vol. 3): Ditunjukkan untuk dibawa oleh unit, pesawat, dan kapal penolong guna membantu performa fungsi pencarian, pertolongan, dan koordinasi lapangan dan dengan aspek SAR yang berkaitan dengan keadaan darurat yang terjadi. 

Masing-masing volume IAMSAR Manual tersebut ditulis dengan memperhatikan tugas dari sistem SAR yang spesifik. 

Sehingga, masing-masing volume IAMSAR Manual dapat digunakan sebagai dokumen terpisah atau sebagai satu kesatuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sistem SAR yang komprehensif. 

Sistem SAR dalam Skala Global

Secara sederhana, ICAO dan IMO bertujuan untuk menyediakan suatu sistem SAR yang efektif secara global.

Hal ini terkait dengan karakteristik mendasar, praktis, dan humanis dari aspek global SAR yang membuat jasa SAR seharusnya dapat membantu siapa saja yang membutuhkan pertolongan tanpa memandang kewarganegaraannya

Selayaknya sistem-sistem lain, sistem SAR juga memerlukan komponen-komponen di dalamnya untuk bekerja sama guna memberikan jasa yang menyeluruh. Beberapa komponen kunci di dalam sistem SAR antara lain adalah;

  • Komunikasi
  • Pusat dan sub-pusat koordinasi pertolongan (Rescue coordination centres and sub-centres)
  • Fasilitas operasional dan pendukung (Operational and support facilities)
  • Koordinator lapangan (On-Scene coordinator)

Fase Keadaan Darurat (Emergency Phase)

Terkait keadaan darurat, fase keadaan darurat perlu ditetapkan dalam sebuah insiden SAR oleh Rescue Coordination Center (RCC), Rescue Sub-centre (RSC), atau Air Traffic Services (ATS) pertama kali mendapatkan pemberitahuan. 

Fase keadaan darurat ini dapat diklasifikasi ulang sesuai dengan perkembangan kondisi yang terjadi. 

Terdapat tiga fase keadaan darurat, yaitu; 

  • Uncertainty phase (INCERFA): Merupakan suatu keadaan darurat di mana terdapat informasi mengenai situasi yang memerlukan pengawasan atau informasi lebih lanjut terkait kondisi keamanan seseorang atau pesawat/kapal.
  • Alert phase (ALERFA): Merupakan suatu keadaan darurat di mana sebuah pesawat, kapal, jenis transportasi lain (craft) atau orang yang berada di dalamnya mengalami kesulitan dan mungkin memerlukan bantuan, namun tidak berhadap dengan bahaya langsung (immediate danger).
  • Distress Phase (DETRESFA): Merupakan suatu keadaan darurat di mana terdapat kepastian yang cukup mengenai sebuah pesawat, kapal, jenis transportasi lain atau orang yang berada di dalamnya tengah menghadapi suatu bahaya dan memerlukan bantuan dengan segera. 

Basarnas dan Sistem SAR Indonesia

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, atau lebih dikenal dengan sebutan Basarnas (Badan Search and Rescue Nasional) adalah sebuah lembaga non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pencarian dan Pertolongan.

Catatan: Badan Search and Rescue Nasional adalah nama lama sebelum berubah menjadi nama saat ini berdasarkan Perpres No. 6 Tahun 2016 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 6 September 2016.

Seperti yang telah disinggung secara singkat di atas, keberadaan Basarnas di Indonesia merupakan salah satu bentuk kepatuhan negara sebagai anggota dari ICAO dan IMO. 

Sistem SAR Indonesia

Merujuk kepada situs web Basarnas, sistem SAR di Indonesia merupakan adopsi dari ketentuan yang berlaku bagi seluruh negara anggota ICAO dan IMO. 

Dalam penyelenggaraan operasi SAR, terdapat 5 komponen SAR di dalam sistem SAR Indonesia. Selayaknya sistem SAR secara global, kelima komponen ini perlu bekerja sama sehingga pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik. 

Adapun kelima komponen tersebut adalah;

  1. Organisasi: Struktur organisasi SAR yang meliputi aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah. 
  2. Komunikasi: Sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR.
  3. Fasilitas: Komponen unsur, peralatan atau perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi atau misi SAR. 
  4. Pertolongan Darurat: Penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara di tempat kejadian hingga tempat penampungan atau fasilitas yang memadai telah tersedia. 
  5. Dokumentasi: Pendataan laporan, analisa serta data kemampuan operasi SAR yang dilakukan untuk kepentingan misi SAR yang akan datang. 

Emergency Response Team Nawakara

Terbentuknya Emergency Response Team kami didasari pada Undang-undang No. 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, yang tercantum pada:

Pasal 38 ayat 1 

Setiap orang yang memiliki Potensi Pencarian dan Pertolongan wajib memenuhi dan membantu dalam Pelaksanaan Operasi Pencarian dan Pertolongan atas permintaan Badan Nasional dan Pertolongan.”

Pasal 80 ayat 1

“Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan secara optimal, masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan.”

Pasal 81

“Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dapat dilakukan secara perorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, dan/atau organisasi kemasyarakatan.”

Sepanjang tahun 2020-2021, Emergency Response Team kami telah membantu menangani keadaan darurat beberapa klien kami, baik perusahaan nasional maupun multinasional, serta keadaan darurat yang terjadi di Indonesia, seperti evakuasi korban gempa bumi di Palu, korban dampak kebakaran (bencana asap) di Palembang, korban banjir di Jakarta, serta korban banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan. 

Hingga saat ini, Emergency Response Team kami telah memiliki 34 anggota potensi yang telah mendapatkan sertifikasi dari Basarnas. Tim ini memiliki kemampuan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. 

Semua personil Emergency Response Team kami telah dilatih untuk menangani berbagai proses bencana, termasuk dalam penanganan evakuasi yang meliputi, namun tidak terbatas pada: 

  • Evakuasi banjir
  • Evakuasi kebakaran (dampak asap)
  • Evakuasi hutan dan gunung meletus
  • Evakuasi huru-hara

Dalam proses evakuasi, dua hal yang dilakukan oleh Emergency Response Team kami untuk membantu para korban adalah:

  1. Evakuasi Darurat: Membantu memindahkan orang dari tempat yang berpotensi membahayakan nyawa atau properti ke tempat yang lebih aman seperti safe house atau rumah sakit.
  2. Pengawalan Keamanan: Pengawalan yang dilakukan oleh personil kepada korban kecelakaan/bencana untuk mengurangi keresahan sekaligus menjaga ketenangan mereka selama di perjalanan menuju tempat yang lebih aman. 

Secara lebih lengkap, pelayanan Emergency Response Team kami berupa:

  1. Penyediaan man power untuk ditempatkan di lokasi
  2. Panggilan darurat guna pelaksanaan evakuasi
  3. Pelatihan-pelatihan terkait penanganan bencana (seperti Basic Open Mining, Medical Rescue, dll)

Pada tanggal 8 Agustus 2022, Nawakara telah menerima kunjungan dari Direktur Bina Potensi Basarnas, Drs. Mochamad Hernanto, MM yang dilanjutkan dengan kunjungan dari Deputi Bina Tenaga dan Potensi Pencarian dan Pertolongan Basarnas, Moh. Barokna Haulah, S.S. pada tanggal 24 September 2022 di Training Center Nawakara, Tangerang Selatan. 

Kunjungan tersebut dilakukan guna memeriksa dan melihat secara langsung fasilitas Training Center Nawakara yang direncanakan akan digunakan oleh Basarnas untuk menyelenggarakan pelatihan SAR bagi potensi perwakilan-perwakilan institusi pemerintah seperti TNI, Polri dan LSM yang merupakan bagian dari program kerja tahun 2022. 

Para peserta yang mengikuti pelatihan tersebut kemudian akan mendapatkan sertifikasi langsung dari Basarnas. 

Ingin mengetahui lebih lanjut terkait Emergency Response Team Nawakara? Anda dapat menghubungi kami di sini. 

CS
close
CS

Halo!
Tim sales kami siap melayani Anda

Kirim Pertanyaan